Manakah yang lebih bagus: obat herbal atau obat kimia?

Obat herbal yang terbukti bermanfaat setelah diselidiki dijadikan obat biasa, kadang-kadang masih mempergunakan bahan-bahan alami, lebih sering dapat kami buat secara kimia.

Umpamakan:

-Papaverum somniferum sumber morfine

-Atropine, scopolamine dan hyocine dari akar. daun dan buah tanaman Atropa belladonna

-Aspirin (asam asetil salisil) asalnya dari kulit pohon willow putih (white willow), dibuat secara kimia

-Kinine dari kulit pohon kina, sekarang dibuat secara kimia.

-Digoxine (obat aritmia dan kelemahan jantung) dari daun tanaman Digitalis lanata (Grecian foxglove), sampai sekarang masih dibuat dari daun-daun (dipetik sewaktu tahun kedua) itu,sehingga dipertanamkan antara lainnya di Belanda, lalu diangkut ke Amerika Serikat untung dibuat obat.

-Metformin (obat anti penyakit gula yang terpenting) asalnya dari bunga French lilac (Galega officinalis) sekarang dibuat secara kimia.

-Grup obat anti kanker Taxanes – yang paling terkenal Paclitaxel – berasal dari daun tanaman yew tree, sekarang dapat dibuat secara kimia.

-Obat anti-malaria yang terpenting Artemisinin yang diketemukan di Tiongkok, dari pohon Qinghaosu (Artemisia annua),

sekarang juga sudah dibuat secara kimia. Untuk pendapatan ini ahli farmasi Tiongkok Tu Youyou dihadiahkan setengah Hadiah Nobel Fisiologi dan Kedokteran tahun 2015.

Berdasarkan uji medis, apakah obat herbal memang lebih sehat daripada obat modern?

Wah, ini sebenarnya sulit untuk dijawab karena uji medis “obat herbal” relatif langka. Hal yang penting untuk diingat adalah uji medis bukanlah sekedar coba-coba alias trial and error dan menghasilkan testimoni. Hasil uji medis adalah dosis, indikasi, kontraindikasi dan efek samping obat. Jadi, “obat herbal” ditunggu kabar dosis, indikasi, kontraindikasi dan efek samping dari “obat herbal”-nya, barulah enak membahas “apakah obat herbal memang lebih sehat daripada obat modern”.